You must know that there’s nothing higher, or stronger, or sounder, or more useful afterwards in life, than a good memory, especially a memory from childhood, from the parental home. You hear a lot said about your education, yet some such beautiful, sacred memory, preserved from childhood, is perhaps the best education. ~Dostoesvsky’s The Brother Karamazov
9 Summers 10 Autumns, Dari Koya Apel ke The Big Apple adalah novel yang sangat inspiratif dari seorang Iwan Setyawan tentang perjalanan hidupnya dari rumah kecil di sebuah Gang Buntu di Kota Batu, Malang, sampai dia bekerja sebagai seorang big time director in a multinational company di New York.

Buku ini pernah dibahas di @RadioShow_tvOne bersama sang penulisnya langsung tentu saja, namun sayang waktu itu aku tidak menonton sampai selesai, ketiduran haha. Tapi justru dari sedikit tayangan itulah aku menjadi penasaran tentang siapa sebenarnya Iwan Setyawan ini. And today, I found his book in the local book store here, and without any second thought I grabbed it and bought it.
Sumpah ini adalah novel yang palling cepat kubaca, hanya butuh sekitar 4 jam kurang untuk menghabiskan satu buku ini, selain karena memang bukunya yang tidak terlalu tebal juga karena ceritanya menarik dan selalu nagih untuk dibaca terus. Setelah membaca buku ini barulah aku tahu siapa Iwan Setyawan. Seorang anak supir angkot dari Batu yang tak menyerah atas keadaan demi mencapai mimpinya.
Buku ini layaknya sebuah buku harian menceritakan kisah-kisah yang sangat personal tentang kehidupan penulis dan keluarganya, yang aku yakin tidak semua orang bisa melakukan hal yang serupa. Mulai dari rumah mungil keluarganya yang berukuran 6×7 meter, setiap suka-duka yang mereka alami di rumah itu dan di sekolah, ketika dia harus mengambil “beasiswa” dari pamannya untuk membayar uang kuliah, dan seterusnya. Dia menceritakan kisah-kisah itu melalui dialog-dialog dan cerita-cerita kepada seorang anak kecil yang secara kebetulan dia temui ketika dia dirampok di awal-awal kedatangannya di New York. Bagiku, dia seperti berkontemplasi tentang apa yang dia jalani dan alami selama hidupnya melalui tokoh anak kecil itu.
“Bundelan kertas penting yang disesaki hikayat kerja keras, kehangatan keluarga, dan perantauan. Sungguh praktik dari konsep man jadda wajada yang terang” begitulah kata Ahmad Fuadi tentang buku ini. Dan benar, buku ini selain menginspirasi juga menekankan bagaimana bekerja keras bisa menghasilkan sesuatu yang tidak kita duga sedikitpun. Mestakung perhaps?!
Membaca novel ini, terus membuatku mengingat-ingat masa kecilku di desa, mengingatkanku akan keluarga di rumah, dan membuatku berpikir dan merenung sejenak tentang masa depan, mimpi, passion, dan apa yang telah kulakukan untuk mencapainya. I’m really glad I found this inspiring book when I’m seeking for it. And I won’t give up just yet π
To you, I very recommend this book, happy reading folks.
ps: Jadi tambah pengen bisa ke cetral park New York habis baca buku ini hehe.
my Mom had this book for almost a year now,but I still haven’t had the chance to read it. I will read it soon after this I guess.. π
you should, it just cost you no more than IDR 50K though, very worth spent π
sebagus itu ya pal?
sering liat sih kalo ke grame*, tapi ga tertarik :p
coba aja san, buku ini ngingetin kalo masih banyak yang harus dikerjain π