5 Pelajaran dari Hikaru no Go

A masterful game cannot happen with just one genius. You need two people with equal genius. Two. When you have two, you can finally… take a step towards…
— Hikaru no Go

Entah sudah berapa kali saya menamatkan kembali komik satu ini. Hikaru no Go —diterjemahkan bebas ke bahasa Inggris menjadi Hikaru’s Go— adalah sebuah komik Jepang (manga) dengan latar belakang Go, salah satu permainan papan tradisional Jepang. Saya membaca komik ini pertama kali ketika masih kelas 1 SMA. Awalnya hanya iseng memilih komik secara random di rental komik, tapi setelah membaca beberapa bab, saya ketagihan.

Ada beberapa alasan kenapa saya suka dengan komik ini. Latar belakang yang diambil sangat unik dan niche, dunia Go. Mungkin hanya satu komik ini yang mengangkat tema ini menjadi lebih mainstream. Berbeda dengan cerita-cerita komik shonen lainnya yang biasanya bergenre action, Hikaru no Go lebih menitik beratkan unsur drama antar karakter di dalamnya. Selain itu, alur cerita garapan dari Yumi Hotta ini terasa pas, tidak terlalu cepat maupun lambat. Tidak ada tambahan-tambahan cerita ataupun detil-detil yang tidak perlu. Ceritanya mampu membawa saya ikut merasakan bagaimana karakter-karakter dalam cerita ini tumbuh dewasa, tak hanya dari segi fisik namun juga dari cara berpikir dan cara mereka menyelesaikan masalah. Terakhir, gambar besutan Takeshi Obata di komik ini sangat bagus, realistis, pas dengan cerita drama yang disuguhkan.
Continue reading “5 Pelajaran dari Hikaru no Go”

Advertisement

Riuh Rendah di Istora

 

Minggu lalu, sehari sebelum perayaan kemerdekaan, Indonesia raya berkumandang di Istora Senayan, Jakarta. Hendra Setiawan dan Muhammad Ahsan dinobatkan sebagai juara dunia untuk ke dua kalinya setelah tahun 2013 di Guangzhou, Tiongkok. Terus terang itu adalah kali pertama saya melihat sang merah putih di kibarkan di arena olah raga diiringi lagu Indonesia Raya. Haru dan bangga mendominasi Istora malam itu.

Kalau melihat sejarah, Indonesia merupakan sebuah kekuatan besar di olahraga bulu tangkis selain Tiongkok, Korea, Denmark, Malaysia. Saya masih ingat waktu saya masih duduk di bangku SD dan masih (sedikit banyak) ingusan, jalanan kampung menjadi ramai oleh anak-anak yang bermain bulu tangkis ketika ada turnamen-turnamen besar sedang berlangsung semisal Thomas-Uber Cup, All England ataupun Indonesia Open. Saat itu turnamen-turnamen tersebut masih sering di tayangkan di televisi nasional dan menjadi salah satu tontonan favorit keluarga di kampung, waktu itu.

Continue reading “Riuh Rendah di Istora”