Harapan itu masih ada

“Masih banyak orang baik yang ingin berbuat baik di
Indonesia ini”
– Hikmat Hardono

Cita-citaku adalah menjadi seorang pilot, dan aku masinis

* Photo credit: Pratiwi Astriasari, fotografer kelompok 15

Hari inspirasi

Reno (kanan) adalah siswa kelas 3 SDN Manggarai 13 pagi. Dia adalah anak yang periang, tergambar dari wajahnya yang sangat murah senyum. Diapun tak terlalu malu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang para guru “sehari” tanyakan. Ketika di akhir kelas semua siswa menuliskan cita-citanya di sebuah bintang, dia menulis cita-citaku pilot.

Itulah gambaran dari para siswa SDN Manggarai 13 hari itu, Rabu 9 September 2015. Hari Inspirasi. Kami, para pekerja profesional, bertugas untuk menjadi guru sehari bagi mereka. Tugas kami bukanlah untuk mengajarkan pelajaran-pelajaran wajib tapi untuk mengajak mereka bersenang-senang dan berbagi wawasan sambil mengenalkan profesi kami dan menumbuhkan semangat mereka untuk meraih cita-cita.

Guru sebenarnya bukanlah pekerjaan yang asing bagi saya. Bapak, ibu dan dua kakak saya adalah seorang guru. Tentunya saya banyak mendengar cerita tentang murid-murid mereka di kelas; kadang lucu, menggemaskan tapi tak jarang juga ajaib. Namun, kenyataan itu tak selalu semudah atau seindah di cerita. Inilah yang saya alami ketika menjadi sukarelawan Kelas Inspirasi Jakarta 4. Sehari sebelum hari H, saya sempat gugup dan mules karena masih banyak yang masih belum saya siapkan. Klasik!

Di hari pelaksanaan, acara dimulai pukul 6.30 WIB dengan apel pembukaan di lapangan sekolah. SDN Manggarai ini agak unik, dalam satu gedung tiga tingkat itu dipakai oleh 3 sekolah: SDN Manggarai 09, SDN Manggarai 13 dan SDN Manggarai 19. Disetiap lantai jumlah siswanya pun makin menurun. SDN Manggarai 13 tempat kami bertugas adalah SD di lantai tiga yang siswanya berjumlah sekitar 95 siswa, tak lebih dari 10% dari total siswa di gedung itu yang mencapai lebih dari seribu siswa.

Mengajar anak kecil bukan hal yang mudah. Waktu fokus mereka sangat-sangat pendek. Terutama untuk siswa-siswa kelas 1-3. Hilang fokus sedikit, sudah kemana-mana mereka. Saya jadi teringat kedua orang tua saya yang pensiunan guru SD, beginikah yang mereka hadapi setiap hari? Saya angkat tangan. Salam hormat bagi bapak ibu guru SD di Indonesia, pekerjaan anda semua sungguh berat.

Kelas yang paling berkesan bagi saya adalah kelas 1, kelas pertama yang saya “ajar” hari itu. Disitu saya hanya menyajak mereka bermain-main puzzle gambar sambil menjelaskan tentang gambar-gambar tersebut. Meskipun saya kurang yakin apakah penjelasan saya cukup menarik minat mereka, namun melihat mereka tertawa senang itu merupakan sesuatu yang melegakan, apalagi saya cenderung susah bergaul dengan anak-anak. Naik level. Yang membuat saya terharu adalah ketika beberapa dari mereka ketika pulang sekolah memanggil nama saya, they remembered my name, that was something.

Kelas hari itu ditutup dengan menempelkan cita-cita tiap siswa ke sebuah papan yang telah disiapkan. Kami berharap tulisan-tulisan itu akan menjadi penyemangat mereka untuk belajar dan bersekolah di tengah kondisi lingkungan yang sering tidak bersahabat dengan pendidikan.

Hari refleksi

Dua minggu setelah hari inspirasi, para sukarelawan kembali bertemu untuk saling berbagi pengalaman dan juga mengevaluasi apa mereka dapatkan di hari inspirasi. Ada sukarelawan yang bertugas di sekolah inklusif, sekolah yang menyediakan beberapa bangku untuk siswa-siswa berkebutuhan khusus, menceritakan bagaimana serunya dan semangatnya mereka dalam mengikuti rangkaian kegiatan, tak kalah dengan siswa lainnya. Relawan lain menceritakan bagaimana teman-teman satu kelompok sudah menjadi sangat dekat, meskipun belum seberapa lama bertemu. Satu relawan lain menceritakan ada guru di satu kelas yang mungkin merasa terganggu jam mengajarnya dengan adanya kegiatan ini, sehingga terpaksa tidak ada relawan yg masuk ke kelas itu lagi.

Di sesi refleksi ini juga muncul banyak gagasan-gagasan lanjutan untuk Kelas Inspirasi, jadi tidak hanya menebar mimpi tapi ikut bertanggung jawab merawat dan membesarkannya. Ada gagasan untuk membuat semacam kegiatan ekstra kulikuler untuk mengembangkan minat dan bakat para siswa serta sebagai wadah komunikasi antara siswa dengan para relawan. Muncul pula gagasan untuk mengadakan semacam Kelas Inspirasi untuk para guru dan juga orang tua sebagai pendidik di sekolah dan rumah. Para guru, kadangkala, mereka terbawa prasangka tentang anak-anak dan lingkungannya. Di SDN Manggarai 13 pun ada beberapa guru yang merasa pesimis dengan murid-murid terlabeli dengan nakal dan kurang bisa diatur, sehingga proses penyampaian mata pelajaran kurang maksimal. Bahkan, ada satu relawan yang saking emosianalnya sampai meneteskan air matanya ketika bercerita tentang anak-anak yang dilabeli dengan nakal dan tidak bisa, namun yang sebenarnya terjadi adalah mereka membutuhkan perhatian khusus karena sesuatu hal, seperti disleksia atau hyperactive misalnya, yang bisa diatasi dengan metode-metode pembelajaran alternatif.

Orang tua juga tak kalah pentingnya karena dirumahlah anak-anak akan menghabiskan sebagian besar waktunya. Ini menjadi lebih penting ketika kita bicara di lingkungan yang keras, misal di Manggarai. Daerah gusuran, pasar dan stasiun. Banyak keluarga yang hidupnya pas-pasan sehingga pendidikan anak itu bukanlah sesuatu yang mempunyai cukup urgensi untuk diprioritaskan. Saya sangat bisa menghubungkan ini dengan keluarga saya. Kedua orang tua saya sangat perhatian terhadap pendidikan, meskipun dengan berbagai keterbatasan finansial dan non-finansial, mereka mampu menyekolahkan ke 5 anak-anaknya sampai jenjang pendidikan tinggi. Dan saya sangat bersyukur akan hal itu.

Untuk mewujudkan gagasan-gagasan tersebut, menurut saya, sudah selayaknya dibangun sebuah wadah legal untuk menyalurkan ide dan kontribusi para relawan sesudah Kelas Inspirasi selesai dilaksanakan. Wadah ini berguna sebagai bendera agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat luas nantinya.

Yang pasti, diakhir refleksi, saya merasa banyak sekali nilai positif yang dapat diambil dari rangkaian kegiatan ini. Alih-alih menginspirasi, saya malah mendapat banyak inspirasi dari para relawan dan juga dari anak-anak. Bertemu mereka, dari berbagai latar belakang namun dengan penuh semangat untuk berbagi dan membantu untuk masa depan Indonesia. Ini juga mengingatkan saya untuk lebih berpikir positif tentang masa depan bangsa ini. Seperti yang Pak Hikmat Hardono selalu tekankan di setiap sambutannya di Kelas Inspirasi: masih banyak orang baik yang ingin berbuat baik di Indonesia ini. Melihat kenyataan di Kelas Inspirasi, ya, harapan itu masih ada. Harapan untuk Indonesia lebih baik di masa depan itu masih ada, dan akan selalu ada.

PS: Terima kasih kepada teman-teman kelompok 15, you guys are awesome!

Anggota kelompok 15 (kiri-kanan): Indi (Public Relation), Astri (Pengacara), Ika Wulandari (Travel Writer), Trulli (Government Relation), Farid (Enterpreneur/beautician), Icha (Bankir), Nauval (Programmer), Missing: Dahana (Konsultan Pajak), Daysi (Akuntan), Bagus (Telcom engineer) and Teguh (fotografer).
Advertisement

2 thoughts on “Harapan itu masih ada”

  1. Keren Val. Masih ada jutaan anak2 pinggiran di Indonesia yang belum mendapatkan pendidikan yg encouraging dari guru-guru yang keren. Masih ingat dulu waktu SD banyak anak2 yang dicap ‘goblok’ sama guru nya. Banyak teman sekelas saya yang 2-4 tahun lebih tua, karena berkali2 ndak naik kelas. Bukanya didorong belajar malah dihina2 sama gurunya sendiri. ” halah, koe iki sampek kiamat pun yo tetap ndak bakalan iso ! “. Sekolah menjadi tempat yang angker. Dan mereka banyak yang harus menyerah pada takdir, menikah setamat SD.

    1. Iya cak jaman kita dulu begitu, di desa-desa apalagi. Lebih ngeri lagi ketika dengar cerita bapak yang masih SR, lebih serem lagi .. hehe

      InsyaAllah guru-guru segenerasi kita punya cara yang lebih kreatif untuk mengajar murid-muridnya sehingga semua diajak untuk pintar. Semoga. Sekarang ini bagusnya mulai ada insiatif-inisiatif untuk memajukan pendidikan di daerah-daerah, salah duanya Indonesia Mengajar dan SM3T nya dikti.

      Sampeyan juga cak, tugas sampeyan adalah mendidik mahasiswa-mahasiswa generasi post-millenials (gen z) ini agar menjadi generasi yang tangguh dan InsyaAllah sampeyan bisa melaksanakannya dengan baik cak 🙂

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: