I just watched this movie and suddenly have the urge to write about it. Yang ingin saya tulis bukanlah review dari film ini yang saya kira sudah banyak beredar di dunia maya tapi pikiran-pikiran yang ada di kepala saat saya menonton film itu. Tahun 1960 an adalah sebuah masa yang sulit bagi bangsa Indonesia, dan klimaksnya adalah tahun 1965 dimana ada kejadian 30 september yang sampai sekarang masih belum ketemu titik terang kebenarannya. Di film ini digambarkan suasana desa Dukuh Paruk yang sebagian besar masyarakatnya hidup sebagai buruh tani yang kemudian didatangi sesosok tokoh dari kota yang mulai menyebarkan ideologi “merah”-nya yang pada akhirnya membuat semua orang diangkut oleh tentara karena dianggap berhubungan dengan partai terlarang waktu itu.

Persis seperti yang digambarkan di film Sang Penari, sebenarnya rakyat kecil yang digolongkan sebagai penganut partai “merah” itu tidak tahu-menahu masalah apa itu komunis, apa itu marxisme apa itu ideologi, membaca saja mereka tidak bisa for god sake. Mereka hanya tahu kumpul-kumpul mengantri beras, bibit padi, atau mungkin ronggeng-an, dan mereka semua terkena imbasnya, nyawa jadi taruhan atas kesalahan yang mereka tidak mengerti dan tidak mereka ketahui. Menurut cerita dari orang-orang tua (termasuk orang tua saya) masa-masa itu sangatlah mencekam. Tiap hari pasti ditemukan mayat yang mengambang di sungai dan tidak cuma satu tapi bisa berpuluh-puluh sekaligus. Pembunuhan massal. Sejarah kelam Indonesia setelah merdeka.
Setiap konflik para elite yang jadi korban selalu rakyat kecil. Militer yang dibawah hanya menjalankan perintah, dan memang itulah tugasnya. Saya sebenarnya tak habis pikir, logika apa yang digunakan para petinggi saat itu yang dengan teganya memberikan perintah untuk menghilangkan nyawa ribuan orang bangsa sendiri yang belum tentu juga bersalah. Ataukah ada distorsi perintah pada proses turunnya perintah dari para elite negeri ini ke para eksekutor di lapangan? only time and God knows the answers.
Seharusnya kita bersyukur karena tidak mengalami masa-masa kelam itu dan berdoa agar kejadian seperti itu takkan pernah terjadi lagi di tanah pertiwi ini selamanya.
ps: sebenarnya saya sampai sekarang masih belum bisa faham akan cara berfikir masyarakat dukuh paruk, creepy.
*ditulis dengan ditemani rasa kantuk dan dingin selepas hujan dan lagu Dewa 19 di album pandawa lima.
Hmm.. I do have a very personal connection with this matter..
Emg mengerikan bgt keadaan wktu itu mnurut crta org tua2.bhkan smpe skrg bnyk “korban” yg ga jls kberadaanny mas..
selama yang menulis sejarah adalah orang yang berkuasa, sejarah rentan direka ulang