film itu …

film, ya saya adalah peggemar film, terutama yang 135, kalo yang 120 ga punya kameranya (loh), sebenarnya aneh juga ya kalo kita menyebut kata film disini (dengan bahasa indonesia:red) bisa berarti 2 hal, ‘film’ nya dan gambar yang diputar diproyektor hasil dari ‘film’ itu sendiri. saya ga akan bahas kenapa film di bahasa indonesia bisa berarti ‘movie’ dan juga ‘film’ (as in selluloid film) secara bersamaan dalam satu kata, simply … because that’s the way it is (padahal alasan sebenarnya ga tau, kayaknya dulu pernah ada di pelajaran bhs indonesia deh, tapi sudah lupa sayanya) πŸ˜€

old camera
old film camera

disini (batam:red) tidak banyak yang bisa dilakukan (mungkin lebih tepatnya bingung harus ngapain) karena harus kerja jam 7 pagi sampai 5 sore dan hari kerjanya tidak 5 hari kerja, tapi 6 hari kerja, i really miss my saturday day off. jadi sarana hiburan utama saya disini selama masih di mess adalah film, dan untungnya di mess ada TV kabelnya, jadi lumayanlah bisa menggantikan laptop yang lagi ngambek ga mau nyala (tidakkkkk!!!).

nah setelah banyak nonton film akhirnya saya membuat sebuah hipotesa dalam pengklasifikasian sebuah film.saya mengklasifikasikan film menjadi 2 jenis berdasarkan ceritanya, yaitu disney like dan no disney like, ingat ini adalah penggolongan pribadi, jadi kalau anda tidak setuju ya itu urusan anda bukan urusan saya, sekali lagi , pengklasifikasian ini bukan berdasarkan produsen dari filmnya tapi dari alur ceritanya. so why disney like? what’s that? … hmmm … okeh .. pernah lihat film-film nya disney kan? ada beberapa hal yang sangat tipikal dari film-film keluaran mereka, not so complicated, straight forward plot, and the main thing and the most important is always happy ending. ga ada (mungkin jarang) yang namanya paralel plot, apalagi sampe yang twisted ending.yah mungkin karena sebagian besar film-film disney disegmentasikan untuk keluarga jadinya ceritanya dibuat seperti itu.

selanjutnya adalah film jenis no disney like, sekali lagi saya ingatkan ini bukan berdasarkan produsennya tapi alur ceritanya, jadi yang dimaksud dengan jenis film ini bukan berarti film yang diproduksi oleh selain disney (WB, lionsgate, mgm dll) tapi film yang ceritanya tidak seperti tipikal film-film disney. cerita yang lebih serius, alur yang lebih rumit,ga happy ending, kadang twisted ending, ok … happy ending mungkin relatif untuk tiap orang, yang saya maksud disini happy ending yang agak-agak lebay kayak cerita di negeri-negeri dongeng yang endingnya selalu and from the moment on they all live happily ever after.

pengklasifikasian ini muncul ketika nonton race to witch mountain, saya bertanya-tanya kok filmnya cuman begini-begini aja ya, dan akhirnya tersadarlah saya kalau itu adalah film buatan disney. dan film selanjutnya yang menguatkan hipotesa klasifikasi saya adalah film G-Force,lucu memang tapi ya so so gitu ceritanya, apalagi endingnya … hoyal banget. marmut eh hamster (apa tupai ya?) yang bisa ngomong memang hoyal sih, tapi yang maksud dengan hoyal bukan yang itu, tapi reaksi dari para tokohnya di akhir filmnya itu yang menurut saya irrasional, gampangan, terlalu mudah. masak orang eh salah binatang yang mengancam ribuan bahkan jutaan nyawa di seluruh dunia dan mungkin juga sudah memakan korban jiwa dan harta benda hanya dibiarkan begitu saja dan cuma hanya dikasih hukuman social service saja, inilah yang saya maksud dengan irrasional bin hoyal tadi. tapi begitulah film, media dimana fantasi, fiksi, dan mimpi bisa terealisasi sebegitu nyatanya tanpa terikat oleh hukum-hukum fisika dan norma.

*disc: hipotesa klasifikasi ini berdasarkan analisa saya seorang diri, jadi jika anda menjadikan ini sebagai sebuah panduan dalam menkategorikan sebuah film, apalagi sampai dijadikan literatur dalam kuliah per-film-an, maka saya tidak bertanggung jawab atas resiko yang ditimbulkan dikemudian hari.

sekian dan terima kasih.
πŸ™‚

[image grabbed from : http://commons.wikimedia.org/%5D

Advertisement

3 thoughts on “film itu …”

  1. hmm..pertama, saya ucapkan turut berduka cita atas laptopnya (sama kayak aku..lepinya ngambek 😦 )
    kedua : wew, segitu kritisnya sama film marmut (eh, bener marmut ya, indonesianya guinea pig itu ?) G-Force itu. ndak usah dipikir irrasionalnya terlalu dalem mas..namanya juga film fiksi, jadi ya hak prerogatifnya si pencipta mau marmutnya bertingkah jungkir balik kek, mau ngancurin dunia kek. Tapi ya, balik lagi sih ke tiap orang. Kalo aku meskipun filmnya nggak masuk akal sekalipun (kayak LOTR, narnia), ok ok aja…karena saya pecinta fiksii…^^

    1. gini pee.. masalahnya bukan antara filmya itu rasional atau irrasional, tapi reaksi dari karakternya yang irrasional, kalau kasusnya G-Force itu irrasionalnya adalah ya itu .. si tikus tanahnya ga diapa2in setelah berbuat kehancuran dan menjadi ancaman keselamatan manusia, sebenernya sampe hampir akhir film ini aku menikmati film ini, tapi pas akhirnya malah cegek gitu. i’m also fiction movies fan too … tapi lebih seneng yang endingnya ‘appropriate’ ga dipaksa-paksain happy ending yang akhirnya malah jadi bikin aneh pilemnya … begitu.

  2. gak peduli golongannya ah, yg penting enak ditonton, lebih suka sih ama pilem kartun, ceritanya simpel, gak bikin puyeng..

    wong liat pilem niatnya biar gak stress kok, kalo pilemnya mbulet lak malah stress mengko, haha πŸ˜€

    sip gan !! πŸ™‚

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: